Tuesday, July 1, 2008

Media Massa , Agama dan Konflik

Media Massa, Agama dan Konflik

Konflik, kata ini mungkin sering terdengar di telinga anda akhir-akhir ini. Berita yang paling hangat saat ini mengenai konflik internal yang terjadi dalam tubuh agama Islam yaitu konflik antara organisasi keagamaan FPI (Front Pembela Islam) dengan NU (Nahdatul Ulama) versi Gusdur.

Apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu ?

Awal mula permasalahan dimulai dari penyerangan FPI terhadap Kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan(AKKBB) pada tanggal 1 Juni 2008 di Monas Jakarta yang pada saat itu AKKB sedang mempersiapkan peringatani hari kelahiran Pancasila dan menimbulkan jatuhnya korban luka-luka dari pihak AKKBB.

Kenapa FPI menyerang?

Menurut sumber dari FPI mengatakan bahwa dalam AKKB tersebut mengikutsertakan para pengikut Aliran Islam Ahmadiyah yang sekarang menjadi kontroversi oleh seluruh masyarakat Indonesia dan telah dinyatakan sesat oleh Departemen Keagamaan dan MUI. Insiden tersebut bukanlah kejadian yang muncul begitu saja, melainkan merupakan akumulasi dari kekecewaan FPI atas sikap pemerintah terhadap keberadaan Ahmadiyah

Ahmadiyah ?

Ahmadiyah adalah gerakan pertabligan yang memiliki lebih dari 10 juta pengikut, mulai dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, Afrika Tengah, Afrika Barat, sampai Amerika Serikat. Kota Rabwah, Pakistan Tengah, pernah menjadi pusat struktur organisasi tersebut. Pemimpin gerakan itu sekarang adalah yang ke empat, setelah wafatnya Masih Mau’ud (Al-Masih yang Dijanjikan). Ia adalah Mirza Tahir Ahmad, salah satu cucu dari pendiri Ahmadiyah. Di awal 1985, Huzur panggilan sayang bagi Mirza Tahir Ahmad pindah ke London, sewaktu tekanan mulai mencapai puncaknya kepada jemaah Ahmadiyah. Di Indonesia, sekte itu mendapatkan tentangan dari kaum muslimin sendiri karena dinilai menyalahi syariat Islam soal kenabian Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908). Bagi kalangan Islam Indonesia, Allah tidak menurunkan nabi dan rasul beserta kitabnya setelah Nabi Muhammad. Sebab, Nabi Muhammad adalah nabi penutup, la nabiya ba’da. (Harian Suara Merdeka, 17 Juni 2008)

Sejauh Mana Media menyikapi ?

Salah satu peran media adalah bagaimana menjadi penengah yang seadil-adilnya di antara konflik yang terjadi. Seperti yang saya amati pada saat terjadi tragedi monas pada 1 Juni kemarin, media massa secara beruntun memberitakan kejadian tersebut, hampir semua stasiun televisi, surat kabar, internet memberitakan. Pemberitaan yang ada hampir semua sama, sama-sama mengembor-gemborkan aksi kekerasan yang terjadi tanpa ada yang memberikan solusi konflik , peran media saat ini memang sangat dibutuhkan sebagai penengah konflik sehingga tidak menimbulkan persepsi dan opini masyarakat yang simpang siur dan tidak berimbang mengenai suatu kelompok yang sedang bertikai.